عين الرضا عن كل عيب كليلة كما ان عين السخط تبدى المساوى

Pandangan yang didasarkan pada kerelaan akan selalu tumpul melihat sebuah cacat sebaliknya pandangan yang didasarkan pada kebencian akan selalu menangkap kesalahan

ليس الفتى من يقول كان ابى ولكن الفتى من يقول هاأناذا

Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan inilah ayahku tetapi pemuda yang sebenarnya adalah yang mengatakan inilah AKU..

Masa-Masa MTQ

Berpose Setelah Pembagian Hadiah pada Acara Musabaqah Tilawatil Qur'an ( MTQ )

Makan Bersama Teman-Teman Satu Angkatan

Nyammiii.... Teman SMA ane Di TMI RQ... Ajiiiib

Dedek Muhammad Haziq El_Fawwaz

Putra Pertama Dari Pasangan Kakanda H. Muhammad Ma'sum Lc. MM dan Yunda Meta Hapsari Lc yang Lahir Di Kota Cairo-Mesir

Rabu, 12 Februari 2014

Cara Memasang Komentar Facebook di Blog

Selamat Mencoba

Banyak Visitor yang datang tetapi malas berkomentar ? inilah yang sering terjadi pada Blogger.
Perlu kita ketahui juga bahwa setiap pengunjung belum tentu memiliki Account Gmail/Blog sehingga malas untuk berkomentar. Tetapi yang namanya Account Facebook, Setiap pengunjung pasti memilikinya. Mungkin tidak semua sih, tetapi Pengguna Facebook lebih banyak dari pada Pengguna Gmail di Indonesia. Oleh karena itu kita memanfaatkan Kesempatan ini untuk memperbanyak komentar di Blog..
Oke langsung aja gan..., ini Tutorial Cara Memasang Komentar Facebook di Blog..
disimak baik-baik yo gan... cekiddooott.....

Cara Memasang Komentar Facebook di Blog :

1 .  Log In Blogger Home
2 .  Pilih Menu Dropdown » Template » Edit HTML
3 .  Setelah itu Cari Kode ]]></b:skin>
4 .  Lalu, Copy dan Pastekan Kode dibawah ini ke Atas Kode ]]></b:skin> 

.comments-page {
background-color: #ffffff;
}
#blogger-comments-page {
padding: 0px 5px;
display: none;
}
.comments-tab {
float: left;
padding: 5px;
margin-right: 3px;
cursor: pointer;
background-color: #dddddd;
}
.comments-tab-icon {
height: 14px;
width: auto;
margin-right: 3px;
}
.comments-tab:hover {
background-color: #eeeeee;
}
.inactive-select-tab{
background-color: #d1d1d1;
}

5 .  Setelah itu Cari Kode </head>
6 .  Lalu, Copy dan Pastekan Kode dibawah ini ke Atas Kode </head>


<script src='http://connect.facebook.net/en_US/all.js#xfbml=1'/>
<meta content='ViperGoy.Blog' property='fb:admins'/>
<script src='http://code.jquery.com/jquery-latest.js'/>
<script type='text/javascript'>
function commentToggle(selectTab)
{$(&quot;.comments-tab&quot;).addClass(&quot;inactive-select-tab&quot;);
$(selectTab).removeClass(&quot;inactive-select-tab&quot;);
$(&quot;.comments-page&quot;).hide();
$(selectTab + &quot;-page&quot;).show();}
</script> 
 


7 .  Kemudian Ganti Tulisan ViperGoy.Blog dengan ID Facebook anda.
8 .  Setelah itu Cari Kode <div class='comments' id='comments'>
9 .  Lalu, Copy dan Pastekan Kode dibawah ini ke Atas Kode <div class='comments' id='comments'>


 <div class='comments-tab' id='fb-comments' onclick='javascript:commentToggle(&quot;#fb-comments&quot;);' title='Comments made with Facebook'>
    <img class='comments-tab-icon' src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDDx0mf6z-sP88GN8dEZPt6ZHTxD-HkHpZ5uWDaKwytMK6s6s-qFHCPGBaPTsnm2YDXPH0wdBMXckuD0JhCFHtZpZ7p7zTmhTmrlEO_SKMhW5-Y88UqPPwP2K9oN_aVsJ5V6YgXIxSf5E/s1600/facebook+comments+vipergoy.png'/>
    <fb:comments-count expr:href='data:post.url'/> Comments
    </div>
    <div class='comments-tab inactive-select-tab' id='blogger-comments' onclick='javascript:commentToggle(&quot;#blogger-comments&quot;);' title='Comments from Blogger'>
    <img class='comments-tab-icon' src='http://www.blogger.com/img/icon_logo32.gif'/> <data:post.numComments/> Comments
    </div><div class='clear'/>
    <div class='comments-page' id='fb-comments-page'>
    <b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
     <div id='fb-root'/>
    <fb:comments expr:href='data:post.url' num_posts='5' width='500'/>
<i><a href='http://vipergoy.blogspot.com/2013/08/cara-memasang-komentar-facebook-di-blog.html' style='color:#aaaaaa;text-align: right;' target='_blank' title='Buatlah Komentar Faceboookmu Sekarang Juga'>Facebook</a></i>
    </b:if>
    </div>
    <div class='comments comments-page' id='blogger-comments-page'>
 </div>



10 .  Setelah itu " Save / Simpan Template " , Dan Silahkan Lihat Hasilnya...

Demikian Tutorial " Cara Memasang Komentar Facebook di Blog " Jangan Lupa Like dan Join Juga di Blog ane ya gan....
Terima Kasih 

Senin, 10 Februari 2014

Pribahasa Arab


Sedikit Kata Bijak ini saya ptuliskan, semoga bermanfa'at....
تعلم فليس المرء يولد عالما
Belajarlah karena tidak ada manusia yang dilahirkan pintar
التعلم في الصغر كالنقش على الحجر والتعلم فى الكبر كالنقش على الماء
Belajar di waktu kecil bagai melukis di atas batu dan belajar di waktu besar bagi melukis di atas air
بادر الفرصة واحذر فوتها
Raihlah kesempatan itu dan dan hati-hatilah jangan sampai berlalu
بيضة اليوم خير من دجاجة الغد
Telur hari ini lebih baik dari pada ayam besok
ترجو النجاة ولم تسلك مسالكها فاعلم فإن السفينة لا تجرى على اليبس
Kamu mengharapkan kesuksesan tetapi kamu tidak menempuh jalannya, maka ketahuilah sesungguhnya perahu itu tidak berlayar di daratan

أحبب حبيبك هوناً ما ، عسى أن يكون غضيبك يوماً ما واكره غضيبك هوناً ما ، عسى أن يكون حبيبك يوماً ما
Cintailah temanmu sewajarnya karena boleh jadi suatu hari dia menjadi musuhmu dan bencilah musuhmu sewajarnya karena boleh jadi suatu saat dia akan menjadi temanmu
الحلم سيد الأخلاق
Kearifan adalah penghulu akhlak
حياة الفتى بالعلم والتقى
Kehidupan seorang pemuda adalah dengan ilmu dan ketakwaan
الحياة كفاح
Hidup adalah sebuah perjuangan
الخط الجميل حلية الشباب
Tulisan yang indah adalah perhiasan pemuda
خير جليس فى الزمان كتاب
Sebaik-baik teman di setiap waktu adalah buku
سلامة الإنسان فى حفظ اللسان
Keselamatan seseorang tergantung pada pemeliharaan lidahnya
سوء الخلق يعدي
Akhlak yang buruk akan menular
شباب اليوم رجال الغد
Pemuda hari ini adalah tokoh masa depan
الشرف بالأدب لا بالنسب
Kemulian itu karena adab bukan karena keturunan
الصبر كالسبر مر فى مذاقته ولكن عواقبه أحلى من العسل
Kesabaran itu bak obat, pahit ketika ditelan tetapi akibatnya lebih manis dari madu
صديقك من ابكاك لا من أضحكك
Temanmu adalah yang membuatmu menangis bukannya membuatmu tertawa
العلم بلا عمل كشجرة بلا ثمرة
Ilmu tanpa pengamalan bagaikan pohon yang tidak berbuah
العلم فى الصدور لا فى السطور
Ilmu itu di dada bukan di tulisan
العلم نور ونور الله لا يهدى للعاصى
Ilmu itu bagaikan cahaya dan cahaya Allah tidak diperuntukkan bagi orang yang berdosa
عين الرضا عن كل عيب كليلة كما ان عين السخط تبدى المساوى
Pandangan yang didasarkan pada kerelaan akan selalu tumpul melihat sebuah cacat sebaliknya pandangan yang didasarkan pada kebencian akan selalu menangkap kesalahan.
قل الحق ولو كان مرا
Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit
قليل قر خير من كثير فر
Sedikit tetapi berbekas lebih baik dari pada banyak tetapi lenyap
الكلام ينفذ ما لا تنفذ الإبرة
Pebicaraan dapat menembus apa yang tidak ditembus oleh jarum
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
Seseorang dikatakan muslim apabila muslim yang lain selamat dari lidah dan tangannya
اللإعتماد على النفس اساس النجاح
Percaya diri adalah pangkal kesuksesan
لا تحتقر من دونك فلكل شئ مزيه
Janganlah engkau menghina orang yang lebih rendah dari kamu karena tiap-tiap sesuatu mempunyai kelebihan
لسان الحال خير من لسان المقال
Banyak berbuat lebih baik daripada banyak bicara
لن ترجع الأيام التى مضت
Takkan kembali hari-hari yang telah berlalu
لن تنال العلم إلا بستة ذكاء وحرص واجتهاد ومال وطول زمان وصحبة الاستاذ
Kamu takkan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara: pintar, tamak, rajin, harta, masa yang panjang, dan dekat dengan guru
لولا العلم لكان الناس كالبهائم
Seandainya bukan karena ilmu maka manusia itu seperti binatang
ليس الغنى عن كثرة المال ولكن الغنى غنى النفس
Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta tetapi kekayaan itu adalah kaya hati
ليس الفتى من يقول كان ابى ولكن الفتى من يقول هاأناذا
Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan inilah ayahku tetapi pemuda yang sebenarnya adalah yang mengatakan inilah aku
المؤمن القوي خير من المؤمن الضعيف
Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukmin yang lemah
المرء عدو ما جهل
Manusia adalah musuh terhadap apa yang ia tidak ketahui
من أحب شيأ اكثر ذكره
Siapa yang mencintai sesuatu pastilah ia banyak menyebutnya
من جد وجد
Siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
Salah satu ciri orang islam yang baik ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berhubungan dengan dirinya
من حفر حفرة وقع فيه
Siapa yang menggali lubang maka ia pula yang akan jatuh didalamnya
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم
Siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah ia memiliki ilmu dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah ia memiliki ilmu dan barang siapa yang menginginkana keduanya maka hendaklah memiliki ilmu
من سار علي الدرب وصل
Siapa yang jalan diatas jalannya maka sampailah ia
من شب على شئ شاب عليه
Siapa yang membiasakan sesuatu sejak dini maka sampai tua diapun akan demikian (kecil teranjak-anjak besar terbawa-bawa)
من صبر ظفر
Barang siapa yang bersabar maka beruntunglah ia
من طلب العلى سهر الليالى
Barang siapa yang ingin kemuliaan maka hendakllah ia begadang
من عرف بعد السفر استعد
Barang siapa yang mengetahui jauhnya perjalanan maka hendaklah ia bersiap-siap (sediakan payung sebelum hujan)
من عرف لغة قوم امن من مكرهم
Barang siapa yang mengetahui bahasa suatu kaum maka amanlah ia dari tipu daya mereka
من قل صدقه قل صديقه
Siapa yang kurang kejujurannya maka kurang pula temannya
من يزرع يحصد
Siapa yang menanam maka dia pulalah yang memetiknya (siapa yang menabur dialah yang menuai)
مودة الصديق تظهر وقت الضيق
Kecintaan seorang teman tampak di waktu kesempitan
الوقت أثمن من الذهب
Waktu itu lebih berharga daripada emas
الوقت كالسيف ان لم تقطعه قطعك
Waktu itu bagaikan pedang jika kamu tidak memotongnya maka ia akan memotongmu
وما اللذة إلا بعد التعب
Tiada kesenangan tanpa kelelahan (bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian)
الإسلام حسن الخلق
Islam adalah akhlak yang mulia
الإسلام يعلو ولا يعلى عليه
Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya
الإنسان حيوان ناطق
Manusia adalah hewan yang berpikir
الإنسان محل الخطإ والنسيان
Manusia adalah tempat kesalahan dan lupa
أفة العلم النسيان
Kebinasaan ilmu disebabkan oleh lupa
ألا ان فى يد الشبان امر الأمة وفى اقدامها حياتهاِ
Ketahuilah bahwa di tangan pemudalah urusan ummat dan di kakinyalah kehidupannya
إجهدولا تكسل ولا تكن غافلا فالندامة عقبي لمن يتكاسل
Rajinlah dan jangan malas dan jangan pula menjadi orang yang lalai karena penyesalan itu adalah resiko bagi orang yang bermalas-malasan
أعن اخاك ولو بالصوت
Bantulah saudaramu walaupun hanya dengan suara
إن كنت جالست الرجال ذو النهى فاجلس اليهم بالكمال مؤدبا
Jika engkau belajar pada orang yang berilmu maka duduklah dengannya dengan sempurna dan beradab
أنظر الى ما قال ولا تنظر الى من قال
Lihatlah apa yang dia katakan dan jangan melihat siapa yang mengatakan
إنما الأمم اخلاقهم ما بقيت فان هم ذهبت اخلاقهم ذهبوا
Sesungguhnya bangsa-bangsa akan langgeng selama mereka berakhlak dan jika akhlak mereka telah hilang maka merekapun akan lenyap

Islam Rahmatan Lil'alamin




Kata “islam” adalah kata bahasa arab yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi “islaman” yang berarti damai.
2. Pengertian rahmatan
Kata ‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’ yang artinya kasih saying.
3. Pengertian lil’alamin
Kata “Al-alamin” adalah kata bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih saying magi manusia maupun alam.
B. Keadaan Bumi Sebelum Islam
Islam merupakan agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yaitu pada saat Rasulullah SAW berumur 14 tahun.
Keadaan bumi sebelum masuknya Islam merupakan keadaan yang amat buruk dan menggenaskan dimana sebagian dari manusia ada menyembah pohon, batu, patung (berhala), matahari, bulan dan bintang, bahkan ada yang menyembah sesama manusia yang mana kesemuanya itu adalah ciptaan Allah SWT.
Manusia yang hidup dimasa itu tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan dan keadilan. Yang kuat akan semakin berdiri tegak dan ditakuti, sedangkan yang lemah akan semakin tertindas.
Kebiasaan-kebiasaan manusia pada saat itu tidak lagi mencerminkan manusia yang mempunyai akal seperti yang telah diberikan Allah SWT untuk berfikir dan merenungkan karunia dan ni’mat Allah SWT melainkan akal mereka telah ditundukkan oleh hawa nafsu. Kezaliman terjadi dimana-mana. Bahkan mereka tega untuk mengubus hidup-hidup anak perempuan yang baru saja dilahirkan oleh ibunya. Karena mereka menganggap anak perempuan itu adalah aib bagi mereka.
C. Islam Dibawa Oleh Nabi Muhammad
Muhammad SAW lahir di Makkah pada talon 570. karma ayahnyameninggal sebelum ia dilahukan dan ibunya mcmnggal dalam waktu yang tidak lama setelah ayahnya, make ia di besarkan oleh pamannya yang berasal dari suku Quraisy yang terhormat. la, besar dalam, keadaan buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis sampai ia wafatMasyarakataya, sebelum ia mendapatkan risalah kenabian, adalahmasyarakat yang tidak memperdulikan pengetahuan dan kebanyakan dari mereka, adalah buta huruf. Ketika ia menginjak, dewasa, ia dikenal sebagai orang yang berkata benar, jujur, dapat dipercaya, dermawan dan berhati mulia. Dia sangat dapat dipercaya sehingga ia mendapat julukan al-amin (orang yang dapat dipercaya). Muhammad SAW adalah orang yang tact beragama. Dan ia sangat membenci kerusakan moral dan penyembahan berhala yang dilakukan masyarakatnya.
Pada umur 40 tahun, Muhammad SAW menerima Wahyu yang pertama, dart Allah SWT dengan perantaraan. malaikat Jibril. Wahyu-wahyu itu turun selama 23 tahun, dan kurnpulan wahyu itu disebut Al-Qur'an.
Tidak lama setelah ia mulai membacakan Al-Qur'an dan menyebarkan kebenaran yang telah di turunkan Allah SWT kepadanya, ia dan sekelompok kecil sahababat meadapatkan siksaan dart orang-orang kafir. Karena siksaan itu scmakin bertambah hebat make pada tahun 622 Allah SWT memerintahkan mereka untuk berhijrah-hijrah. Dan Makkah kekota Madinah yang berjarak 260 mil utara. Yang menjadi tanda di mulainya perfutuagan, kaleader bagi umat Islam.
Setelah beberapa tahun, Muhammad SAW dan pars sahabatnya dapat kembali ke Makkah, dimana mereka memberi maaf pada musuh-musuhnya. Sebelum Muhammad SAW wafat pada umur 63 tahun, sebagian besar orang-orang sememjung Arab telah memeluk agarna. Islam dan pada abed kemangkatannya, Islam telah tersebar ke Spayol dibagian barat dan timur sampai ke Cina. diantara falctor-faktor yang menjadikan. Islam berkembang dengan cepat dan damai adalah karena kebenaran dan keJelasan. doktnmya. Islam hanya mengajak beriman kepada Allah SWT Yang Maha Esa Dialah Tuhan Yang Patut di Sembah
A. Islam Agama Rahmatan Lil’alamin
Hadirnya Islam di dunia membuat perubahan besar dalam kehidupan manusia, terutama dalam pengembangan i1mu. pengetahuan. Karma Islam memerintalikan untuk menggunakan kekuatan intelegasinya dan obsesinya, dalam beberapa tahun penyebaran agama Islam peradaban dan universitas-universitas berkembang dengan pesat, Berta pemikiran yang baru dengan yang lama menghasilkan kemajuan dalam bidang medis, matematika, fisika, astronomi, geografi, arstektur, semi sastra dan sejarah. Banyak system yang krusial seperti Aljabar, Angka Arab, dan konsep angka nol (bilangan yang amat dipedukan dalam kemajuan ilmu eksakta) yang disebarkan ke Eropa pada abad pertengahan berasal dan duma Islam. Peralatan-peralatan yang canggih memungkinkan prang-prang Eropa melakukan perjalanan untuk penemuan seperti astrolabe, kuadran, pets navigasi yang " juga dikembangkan oleh umat Islam. Itulah sebabnya Islam disebut agama yang rahmat dan al'amin karena Islam hadir ke dunia mambawa karma yang amat berarti bagi manusia bukan Baja umat Muslim tapi seluruh ciptaan Allah SWT di jagad raya termasuk non mislim.
Banyak sekali sumbangan Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bumf, beberapa diantaranya :
Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi dua. Rahmat dalam konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim. Rahmat dalam konteks rahman adalah bersifat amma kulla syai’ meliputi segala hal, sehingga orang-orang non Muslim mempunyai hak kerahmanan. Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan
kepada orang islam. Jadi rahim itu adalah Khoshshun lil Muslim. Apabila islam dilakukan secara benar, rahman dan rahim allah akan turun semuanya.
Dengan demikian berlaku hukum Sunnatullah. Baik muslim maupun non muslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan kerahmanan, maka mereka akan mendapatkan hasilnya. Kendati mereka muslim tetapi mereka tidak melakukan ikhsiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya. Dengan kata lain, karunia rahman itu berlaku hukum kompetitif. Misalnya orang islam tidak melakukan kegiatan belajar maka tidak bisa dan tidak akan menjadi pintar. Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan meski dia non muslim mereka akan mendapatkan pengetahuan.
B. Ilmu Medis (kandungan)
Dalam kitab suci Al-qur’an Allah SWT berfirman tentang tahap-tahap pertumbuhan embrio manusia dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mami (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) Kemudian air mani itu kami jadikan "alaqoh (lintah, gumpal darah,sesuatu yang menggantung dan segumpal darah), lalu "alaqoh tersebut kami jadikan Mudghah (bahan yang dikunyah) (Q.S. Al-Mu’minun :12-14).
12. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Dari segi bahan kata "alaqoh memiliki tiga arti : (1) Lintah, (2) sesuatu yang menggantung (3) segumpal darah.
Untuk itu membedakan lintah dengan embrio pada tingkatan "alaqoh, kita menemukan kesamaan antara keduanya, pada tahap hu jugs mendapatkan makanan melalui darah sang ibu, sama dengan lintah yang makan melewati darah yang lain.
Arti kedua kata "alaqoh adalah "sesuatu yang menggantung yaitu bergantungnya embrio, selama masa, "alaqoh di dalam rahim ibu.
Arti ketiga dan kata. -alaqoh adalah segumpal darah ". Penampakan dan embrio dan kantongnya selama, berada pada tahap 'alaqoh mirip dengan segumpal, darah . hal ini di sebabkan karena, adanya darah yang relatif besar dalam embrio pada tingkat ('alaqoh) ini,"
C. Ilmu Geografi
Buku yang berjdul "Earth" merupakan referensi dasar di berbagai Universitas di seluruh di dunia. Salah seorang penulisnya adalah Profesor Emiritus Frant Press. la, adalah seorang penasehat. Bidang ilmu pengetahuan diceritakan dalam bukunya bahwa gunung-gunung memiliki akar-akar yang kokoh. Akar-akar tersebut tertanam kokoh kedalam tanah. Dengan demkian gunung- gunung itu berbentuk seoerti sebuah pasak.
Beginilah Al-qur'an memberikan deskripsi tentang gunung-gunung. Allah SWF berfirman dalam Al-qur'an (bukankkah kami yang menjadikan bumi itu sebagai hamparan ? dan gunung-gunung sebagai pasak ?) (Qs Annabah 6-7)
Geografi modern telah membuktilm bahwa gunung-gunung itu memiliki akar-akar yang kokoh di bawah permukaan bumf, dan akar-akar itu bisa mencapai berkali-kali tingginya di atas permukaan bumi. Jadi kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan gunung-gunung berdasarkan informasi ini adalah pasak. Karena, kebanyakan letak akar yang sebenamya tersembunyi di bawah permukaan bumi.
Sejarah sama mengatakan kepada kita bahwa teori gunung-gunung yang memiliki akar kokoh telah diperkenalkan pada tahun 1966 oleh seorang ahli astronomi. Sir George Airl.
Gunung-gunung jugs berperan penting dalam menstabilisasikan lapisan kulit bumi. Gunung-gunung itu menahan getaran bumi. Allah SWT berfirman dalam, Al-qur'ran:
Artinya :
Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, (QS. An-Nahl : 15)
Bisakah seorang yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW mengetahui bentuk gunung yang sebenarnya ? bisakah seorang membayangkan bahwa gunung raksasa yang kokoh yang ia lihat di depannya itu sebenamya memanjang masuk kedalam tanah dan memiliki pasak, seperti yang dikatakan para ilmuan? geografi modern telah menegaskan kebenaran ayat-ayat Al-qur'ran tersebut. Menjadikan Islam sebagai Rahmatan Lil’alamin.

KESIMPULAN
Selama 15 abad-Islam di muka bumi ini, implementasi rahmat bagi semesta alam sudah meluas hampir ke berbagai belahan dunia. Secara etimologis, Islam berarti damai, sedangkan rahmatan lil `alamin berarti `kasih sayang bagi semesta alam'. Maka yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Rahmatan lil'alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya' ayat 107:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Ayat tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar, dengan sendirinya akan mendatangkan rahmat untuk orang Islam maupun untuk seluruh alam.
Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua, rahmat dalam konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim. Rahmat dalam konteks rahman adalah bersifat ammakulla syai', meliputi segala hal, sehingga orang-orang nonmuslim pun mempunyai hak kerahmanan. Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan kepada orang Islam. Jadi rahim itu adalah khoshshun lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, rahman dan rahim Allah akan turun semuanya.
Dengan demikian berlaku hukum sunnatullah; baik muslim maupun nonmuslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan oleh kerahmanan, maka mereka akan mendapatnya. Kendati orang Islam, tetapi jika tidak melakukan ikhtiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya. Dengan kata lain, karunia rahman ini berlaku hukum kompetitif Misalnya orang Islam yang tidak melakukan kegiatan ekonomi, maka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur. Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan, meski dia nonmuslim, mereka akan mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka mendapat sifat kerahmanan Allah yang berlaku universal (amnia kulla syai'). Adapun hak atas surga ada pads sifat rahimnya Allah SWT, maka yang mendapat kerahiman ini adalah orang mulmin. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rahmatan lil'alamin adalah bersatunya-karunia Allah yang terlingkup di alam kerahiman dan kerahmanan Allah.
Dalam konteks Islam rahmatan lil'alamin, Islam telah mengatur tats hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas.
Dalam segi teologis, Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk memaksa nonmuslim memeluk Islam. Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya dalam Alquran dan Hadits. Namun, dalam konteks sosial, Islam sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau pilar-pilamya yang pener emahan operasionalnya secara detail dan komprehensif tergantung pads kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu memiliki keunikan berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang dimilikinya.
Entitas Islam sebagai rahmat lil'alamin mengakui eksistensi pluralitas karena Islam memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi pengujian Allah pads manusia, fakta sosial, dan rekayasa sosial (social engineering) kemajuan umat manusia. Wallahu a'lam bishshawab.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ



( وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ  )
Tahadduts bin ni’mah merupakan istilah yang sudah lazim dipakai untuk menggambarkan kebahagiaan seseorang atas kenikmatan yang diraihnya. Atas anugerah itu ia perlu menceritakan atau menyebut-nyebut dan memberitahukannya kepada orang lain sebagai implementasi rasa syukur yang mendalam. Perintah untuk menceritakan dan menyebut-nyebut kenikmatan pada ayat di atas, pertama kali memang ditujukan khusus untuk Rasulullah saw. Namun, perintah dalam ayat ini tetap berlaku umum berdasarkan kaedah “amrun lir Rasul Amrun li Ummatihi” (perintah yang ditujukan kepada Rasulullah, juga perintah yang berlaku untuk umatnya secara prioritas).
Ibnu Katsir mengemukakan dalam kitab tafsirnya, berdasarkan korelasi ayat per ayat dalam surah Ad-Dhuha, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Oleh karena itu, siarkanlah segala jenis kenikmatan tersebut dengan memujinya, mensyukurinya, menyebutnya, dan menceritakannya sebagai bentuk i’tiraf (pengakuan) atas seluruh nikmat tersebut.”
Para ulama tafsir sepakat bahwa pembicaraan ayat ini dalam konteks mensyukuri nikmat yang lebih tinggi dalam bentuk sikap dan implementasinya. Az-Zamakhsyari, misalnya, memahami tahadduts bin ni’mah dalam arti mensyukuri segala nikmat yang dianugerahkan oleh Allah dan menyiarkannya. Lebih luas lagi Abu Su’ud menyebutkan, tahadduts bin ni’mah berarti mensyukuri nikmat, menyebarkannya, menampakkan nikmat, dan memberitahukannya kepada orang lain.
Dalam konteks itu, Ibnul Qayyim dalam bukunya Madrijus Salikin mengemukakan korelasi makna antara memuji dan menyebut nikmat. Menurut beliau, memuji pemberi nikmat bisa dibagikan dalam dua bentuk: memuji secara umum dan memuji secara khusus. Memuji secara umum adalah dengan memuji sang pemberi nikmat sebagai yang dermawan, baik dan luas pemberiannya. Sedangkan memuji yang bersifat khusus adalah dengan memberitahukan dan menceritakan kenikmatan tersebut. Sehingga tahadduts bin ni’mat merupakan bentuk tertinggi dari memuji Allah Zat Pemberi nikmat.
Berdasarkan makna ayat di atas, mayoritas ulama salaf menganjurkan agar memberitahukan kebaikan yang dilakukan oleh seseorang jika ia mampu menghindarkan diri dari sifat riya’ dan agar bisa dijadikan contoh oleh orang lain. Sehingga secara hukum, tahadduts bin ni’mah dapat dibagi kepada dua kategori: jika terhindar dari fitnah riya’, ujub, dan tidak akan memunculkan kedengkian pada orang lain, maka sangat dianjurkan untuk menyebut dan menceritakan kenikmatan yang diterima oleh seseorang.
Namun, jika dikhawatirkan akan menimbulkan rasa dengki, dan untuk menghindarkan kerusakan akibat kedengkian dan tipu muslihat orang lain, maka menyembunyikan nikmat dalam hal ini bukan termasuk sikap kufur nikmat. Lebih tegas Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa tahadduts bin ni’mah bukan termasuk bagian dari tafaakhur (berbangga-bangga) maupun takabbur yang sangat dibenci oleh Allah swt. seperti dalam firmanNya, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Luqman: 18)
Tahadduts bin ni’mah dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya atas kenikmatan materi yang diterima seseorang. Atas kesungguhan beribadah dan taufiq untuk menjalankan amal shalih juga layak dan tidak ada salahnya untuk diceritakan dan diberitahukan kepada orang lain. Ini sebagai sebuah ungkapan rasa syukur dan agar bisa ditiru serta dijadikan contoh. Namun, tentu kepada mereka yang diharapkan mengikuti kebaikan dan amal shalih tersebut.
Al-Hasan bin Ali mengemukakan pernyataannya tentang hal itu, “Jika engkau mendapatkan kebaikan atau melakukan kebaikan, maka sebutlah dan ceritakanlah di depan saudaramu yang kamu percayai bahwa ia akan mengikuti jejak yang baik tersebut.” Kebiasaan seperti ini pernah dilakukan oleh Abu Firas, Abdullah bin Ghalib, seperti yang dituturkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya, “Setiap kali aku bangun pagi, aku biasa menyebut amal yang aku lakukan di malam hari; aku sholat sekian, berdzikir sekian, membaca Al-Qur’an sekian dan sebagainya.” Ketika para sahabatnya mempertanyakan yang dilakukan oleh Abu Firas termasuk dalam kategori riya’, dengan tenang ia menjawab, “Allah memerintahkan dalam ayat-Nya untuk menceritakan kenikmatan, sedangkan kalian melarang untuk menyebut kenikmatan?”
Di sini sangat jelas bahwa tahadduts bin ni’mah merupakan salah satu kendali agar tidak terjerumus ke dalam kelompok yang dikecam oleh Allah karena menyembunyikan nikmat dan mengingkarinya serta tidak mengakui anugerah tersebut berasal dari Allah swt. Allah berfirman, “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An-Nahl: 83).
Tentang penduduk Negeri Saba’ yang ingkar dan enggan mensyukuri nikmat, Allah menggambarkan akhir kehidupan mereka yang mendapat azab. “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (Saba’: 15-17)
Dalam beberapa hadits Rasulullah dinyatakan bahwa Tahadduts dengan kenikmatan yang diraih merupakan salah satu dari impelemtasi syukur seorang hamba kepada Sang Pemberi nikmat, yaitu Allah. Dalam hal ini, At-Tirmidzi menukil sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa ia berkata, “Barangsiapa yang diberi kebaikan (kenikmatan), hendaklah ia membalasnya; Jika ia tidak punya sesuatu untuk membalasnya, hendaklah ia memuji pemberinya. Karena sesungguhnya apabila ia memuji berarti ia telah mensyukuri dan berterima kasih kepadanya. Akantetapi, jika ia menyembunyikannya, berarti ia telah mengingkari kebaikannya.” Dalam hadits lain dijelaskan masing-masing bentuk implementasi syukur secara lebih terperinci:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ :قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Dari An-Nu’man bin Basyir berkata, “Rasulullah saw. berkhutbah di atas mimbar menyampaikan sabdanya: ‘Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit, berarti tidak bisa mensyukuri yang banyak. Barangsiapa tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah. Sesungguhnya menyebut-nyebut nikmat Allah adalah bersyukur dan meninggalkannya adalah kufur. Bersatu akan membawa rahmat dan bercerai-berai akan mendatangkan adzab’.” (Musnad Imam Ahmad, no. 17721)
Adalah anugerah Allah jika kita diberi kemampuan dan taufiq untuk senantiasa mensyukuri segala nikmatNya. Al-Hasan Al-Basri pernah berpesan, “Perbanyaklah oleh kalian menyebut-nyebut nikmat, karena sesungguhnya menyebut-nyebutnya sama dengan mensyukurinya.” Memang memperlihatkan kenikmatan merupakan sesuatu yang sangat dipuji oleh Allah karena Allah sangat cinta kepada hambaNya yang diberi nikmat lantas ia menampakkan atau memperlihatkan nikmat tersebut dalam sikap atau penampilan.
Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang berpenampilan jauh dan bertentangan dengan kenikmatan yang diterimanya. Seperti yang dikisahkan oleh Imam Al-Baihaqi bahwa salah seorang sahabat pernah datang menemui Rasulullah saw. dengan berpakaian lusuh dan kumal serta berpenampilan yang membuat sedih orang yang memandangnya. Melihat keadaan demikian, Rasulullah bertanya, “Apakah kamu memiliki harta?” Sahabat tersebut menjawab, “Ya, Alhamdulillah, Allah melimpahkan harta yang cukup kepadaku.” Maka Rasulullah berpesan, “Perlihatkanlah nikmat Allah tersebut dalam penampilanmu.” (Syu’abul Iman, Al-Baihaqi)
Mudah-mudahan kenikmatan yang semakin banyak mengalir mewarnai kehidupan kita, mampu kita jadikan sebagai modal untuk memperkuat dan memperbaiki semangat pengabdian kita kepada Allah dalam bentuk amal sholeh yang diridhoiNya. Tahadduts bin ni’mah yang kita lakukan semata untuk mendapatkan perhatian Allah, bukan perhatian dan pujian dari manusia. Namun begitu, harapan dari tahadduts bin ni’mah tersebut semoga akan bisa membangkitkan semangat orang lain untuk sama-sama menghadirkan kebaikan dan kemaslahatan pada bangsa tercinta ini...
Wallahu A'lam...

Apa Itu Bid'ah...??


Apakah Semua Hal yang Baru itu Bid'ah..???
Dalam kesejarahannya, sekian abad Kaum muslimin Indonesia hidup rukun penuh toleransi dalam bingkai Syari’at Islam yang sempurna, adil dan kontekstual. Mereka saling menghargai, saling membantu dan saling menguatkan. Sejarah indah ini pernah dioperankan oleh beberapa tokoh yang akhirnya kini lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
            Kenangan indah itu kini terkoyak oleh arogansi intelektual yang membonceng semboyan “Tajdid” (pembaharuan) Islam. Bahkan disusul dengan hadirnya suatu masa dimana gerakan Tajdid menebar teror bid’ah, khurofat bahkan syirik pada kemapanan tradisi yang selama ini telah berjalan dengan baik. Akhirnya muncullah permusuhan dan persaingan tidak sehat antar kelompok kaum Muslimin itu sendiri.
            Banyak yang melatarbelakangi munculnya situasi dan kondisi seperti ini. Salah satunya antara lain adalah pemahaman terhadap konsep bid’ah. Perihal klaim bid’ah satu kelompok terhadaplainya biasana, mengkait-kaitkan dengan Hadits Nabi, yang mana Beliau bersabda:
وَشَرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَاةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Sejelek-jeleknya perkara adalah perkara yang baru. Setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat didalam neraka.”
            Hadits ini dikalangan ulama telah menimbulkan perbedaan penafsiran. Bagi mereka yang berpandangan harfiyah (tekstual) langsung saja menyimpulkan bahwa setiap perkara yang baru yang tidak ada perintahnya secara langsung baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits dan juga tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw, adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dlolalah) walaupun dipandang baik oleh kaum muslimin. Sedangkan bagi mereka yang berpandangan luas (kontekstual), yakni mereaka yang tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan dari suatu dalil melainkan setelah mengaitkannya dengan beberapa dalil-dalil yang lain, baik secara tersurat maupun tersirat, mereka ini tidak sekaku kelompok awal tadi.
            Madzhab tekstual sangat ketat dan kaku dalam mengukur sebuah amaliah ibadah. Bagi madzhab tekstual, walaupun sesuatu perbuatan yang dikerjakan itu hal yang baik tatapi tidak ada petunjuk atau tuntuna dari Rasulullah Saw, maka amaliah semacam ini dianggap bid’ahdlolalah. Contoh : Membaca al-Qur’an dengan niat pahala bacaannya dihadiahkan kepada mayit. Kita tahu bahwa membaca al-Qur’an adalah ibadah, Tapi “menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit”, dalam pandangan mereka, adalah tatacara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Maka praktek ibadah seperti ini disebut bid’ah.
            Sebaliknya medzhab kedua (kontekstual), mereka tidak serta-merta menyimpulkan bahwa setiap yang baru, yang tidak ada petunjuk langsung secara tekstual dari Rasulullah Saw adalah bid’ah yang sesat. Akan tetapi bid’ah yang sesat itu adalah perkara-perkara baru yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Dan itulah yang oleh sebagian ulama’ dikatakan sebagai bid’ah sayyi’ah atau bid’ah yang jelek. Adapaun perkara-perkara baru yang tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah bahkan kalau ditelusuri justru bersesuaian dengan ruh syari’at, makatidaklah ia dikatakan sebagai bid’ah yang sesat sebagaimana disebutkan dalam hadits itu melainkan bid’ah hasanah atau bid’ah yang baik.
            Untuk pencerahan pemahaman tentang bid’ah dan pembagian bid’ah dalam beberapa macam, perlu saya kutip beberapa pendapat ulama’ yang memang pakar dalam bidang ini.
1.      Imam Syafi’i. Pandangan beliau tentang masalah ini terdapat dua riwayat yang menerangkannya. Pertama, riwayat dari Abu Nu’aim, dimana Imam Syafi’i berkata:
الْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَدْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَلَفَهَا فَهُوَ مَدْمُوْمٌ
            “Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah maka itulah bid’ah yang terpuji sedangkan yang menyalahi sunnah, maka dialah bid’ah yang tercela.”
Kedua , riwayat melalui jalur Imam Al-Baihaqi dalam Manaqib Imam Syafi’i menulis :
الْمُحْدَثَاةُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهذِهِ بِدْعَةُ الضَّلَالَةِ وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لَا يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذلِكَ فَهذِهِ بِدْعَةُ غَيْرُ مَدْمُوْمَةٍ
            “Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama perkara-perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar, atau Ijma’. Inilah bid’ah dlalalah. Kedua adlah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela”.
2.       Syaikh Al-Hadidi dalam kitab Syarah Najhul Balaghah, eliau berkata sebagai berikut:
“Lafadz bid’ah dipakai untuk dua pngertian : 1. Sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti puasa pada Hari Raya Qurban dan pada hari-hari tasyriq. Perbuatan tersebut walaupun puasa akan tetapi dia terlarang dilakukan. 2. Sesuatu yang tidak ada keterangan nash pada padanya melainkan didiamkan oleh syara’, lalu dilakukan oleh kaum muslimin sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Dan apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, bahwa “tiap-tiap bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat ada dalam neraka” itu dimaksudkan untuk bid’ah sesuai dengan pengertiannya yang pertama. Sedangkan perkataan Umar ra, dalam hal shalat tarawih: “Sesungguhnya shalat tarawih dengan berjama’ah itu adalah bid’ah dan sebaik-baik bid’ah adalah ini” dimaksudkan untuk bid’ah berdasarkan pengertian yang kedua”.
3.       Imam Nawawi rahimahullah. Beliau berkata dalam Syarah Muslim jilid IV / 154 sebagai berikut :
Sabda Nabi : Setiap bid’ah itu sesat” adalah hadits ‘Am Makhshush (Umum tetapi Dikhususkan). Yang dimaksud sesat disitu adalah kebanyakan bid’ah. Para ahli bahasa berkata: “Bid’ah adalah segala sesuatu yang dikerjakan dengan tanpa ada contoh yang mendahuluinya. Para ulama’ berkata, bid’ah itu ada lima macam : Wajib, Sunnah, Haram, Makruh, dan Mubah. Termasuk bid’ah yang wajib adalah menyusun dalil-dalil ulama’ Mutakallimin untuk menolak mereka yang melakukan penyimpangan aqidah dan para pelaku bid’ah dan sejenisnya. Termasuk Mandub (dianjurkan) adalah menyusun  kitab-kitab ilmu, membangun madrasah dan tempat-tempat pengajian dan lain-lainnya. Termasuk bid’ah Mubah adalah memperbanyak berbagai macam makanan dan lainnya. Sedangkan bid’ah yang Haram dan Makruh sudah jelas. Masalah ini telah aku jelaskan dengan dalil-dalilnya dalam kitab “Tahdzibul Asma’ Was-Shifat”.
Jadi bukti bahwa hadits Nabi diatas termasuk hadits yang ‘Am makhshush dan begitu juga dengan hadits-hadits yang serupa dengannya, adalah apa yang dilakukan Umar bin Khattab ra, dalam hal shalat tarawih yang dilakukan secara berjama’ah : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni Shalat Tarawih dengan berjama’ah).” Keadaan hadits itu sebagai hadits yang ‘am makhshush tidaklah tercegah oleh sabda Nabi “Kullu bid’atin dlolalah” yang diperkuat oleh kata “Kullu” ini.
Sama halnya firman Allah : “Tudammiru kullu syai’in” (Angin topan itu menghancurkan segala sesuatu). Pada ayat ini walaupun ada lafazh “kullu” (segala/ setiap/ semua) yang menunjuk makna umum tapi tetap dimasuki oleh takhshish (pengkhususan) karena yang dihancurkan oleh angin topan itu memang bukan segala sesuatu. Terbukti langit, bumi dan gunung-gunung tidak ikut hancur.
4.       Al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau berkata dalam Fathul Barri juz: IV / 318 sebagai berikut :
“Pada asalnya, bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Menurut syara’ bid’ah itu dipergunakan untuk yang bertentangan dengan sunnah, maka jadilah dia tercela. Yang tepat bahwa bid’ah itu apabila dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap bak menurut syara’ maka dia menjadi baik dan jika dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap jelek oleh syara’ maka dia menjadi jelek. Jika tidak begitu, maka dia termasuk bagian yang mubah. Dan terkadang bid’ah itu terbagi kepada hukum-hukum yang lima.
            Dari beberapa penjelasan ulama’ diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa tidak semua perkara baru yang kita diadakan tanpa ada petunjuk atau contoh dari Rasulullah Saw, otomatis menjadi bid’ah yang sesat. Hal ini sebagaimana yang akan dibuktikan nanti dengan banyaknya perkara-perkara baru yang diprakasai oleh para sahabat dibenarkan dan disetujui oleh Nabi Saw. Padahal beliau sendiri tidak pernah melakukan apalagi memerintahkannya.
            Bid’ah atau sesuatu yang baru hanyalah bisa dihukumi sebagai bid’ah yang sesat manakala ia termasuk diantara prakarsa-prakarsa yang jelek (Sayyi’ah) yaitu apabila dia bertentangan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Didalam al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 79 ketika Allah menceritakan kisah Nabi Musa as, dengan Khidhir, Allah berfirman :
أما السّفينة كانت لمساكين يعملون في البحر فأردت أن أعيبها وكان وراءهم مالك يأخذ كل سفينة غصبا
“Adapun perahu itu, maka dia adalah miliknyaorang-orang miskin yang bermata pencaharian di lautan dan aku bertujuan merusaknya karena dibelakang mereka terdapat seorang raja yang suka merampas semua perahu”.
            Ayat diatas adalah penjelasan Khidhir kepada Nabi Musa as tentang sikapnya yang membocorkan beberapa perahu yang ditemuinya. Beliau menjelaskan bahwa langkah itu sengaja ditempuhnya untuk menyelamatkan perahu-perahu itu dari tindakan seorang raja yang suka merampas perahu. Ini menunjukan bahwa tidak semua perahu yang akan dirampas oleh raja itu, melainkan perahu yang masih dalam kondisi baik saja. Hal ini terbukti dengan langkah Khidir yang membocorkan perahu milik orang-orang miskin itu dengan tujuan agar tidak terkesan sebagai perahu sehingga tidaklah dia akan dirampas oleh raja itu. Dengan kata lain, bahwa asafinah disitu tidak bersifat umum dalam arti tidak semua safinah yang akan dirampas oleh raja melainkan Safinah Hasanah saja walaupun didalam ayat itu disebut Kulla Safinah (semua perahu).
            Pemahaman semacam inilah yang tepat berdasarkan zauq lughawi (sensivitas bahasa) dan qoroo’inul ahwal (indikasi yang mendahuluinya) yang dalam hal ini adalah sikap Khidir yang terlebih dahulu membocorkan perahu oran-orang miskin itu agar terkesan sebagai Safinah Sayyi’ah (perahu yang jelek). Kalau tidak ada indikasi seperti itu, maka perahu yang akan dirampas oleh raja itu menjadi umum sifatnya yakni semua perahu, yang baik ataupun yang jelek (tanpa terkecuali). Dan ini tidak terjadi.
            Begitulah juga keadaannya dengan hadits Nabi yang mengatakan : “Setiap bid’ah itu sesat”. Dikarenakan adanya beberapa keterangan dan restu Nabi atas banyak perkara yang merupakan prakarsa para sahabat sedangkan beliau sendiri tidak pernah melakukan apalagi memerintahkan, ditambah lagi dengan hadits Nabi : “Orang yang menggagas suatu kebaikan aklan mendapatkan pahala lantaran gagasannya itu dan juga pahala orang-orang yang mengikuti gagasan tersebut”. Maka para ulama’ menarik kesimpulan bahwa bid’ah yang dicap sesat adalah prakarsa-prakaarsa jelek (bid’ah sayyi’ah) yang bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Hadits.

"Wallahu A'lam Bish Shawaab"

Problema Bid'ah



Meluruskan Pemahaman Bid’ah
Bid’ah merupakan sebuah kata yang tidak asing bagi kita semua. Ia berhubungan dengan banyak hal dalam islam. Sayangnya, banyak orang belim memahami makna bid’ah dengan benar. Sehingga, tidak jarang mereka terjebak dalam perselisihan. Sebenarnya, para ulama’ telah menjelaskan permasalahan ini dengan jelas, hanya saja kita kurang mempelajarinya. Dalam bab ini akan kami sampaikan uraian singkat tentang bid’ah, dengan harapan tidak terjadi lagi salah pemahaman terhadapnya. Semoga Allah membukakan pintu hati kita unuk mengetahui kebenaran. Aamiin
Dalam kesejarahannya, sekian abad Kaum muslimin Indonesia hidup rukun penuh toleransi dalam bingkai Syari’at Islam yang sempurna, adil dan kontekstual. Mereka saling menghargai, saling membantu dan saling menguatkan. Sejarah indah ini pernah dioperankan oleh beberapa tokoh yang akhirnya kini lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
            Kenangan indah itu kini terkoyak oleh arogansi intelektual yang membonceng semboyan “Tajdid” (pembaharuan) Islam. Bahkan disusul dengan hadirnya suatu masa dimana gerakan Tajdid menebar teror bid’ah, khurofat bahkan syirik pada kemapanan tradisi yang selama ini telah berjalan dengan baik. Akhirnya muncullah permusuhan dan persaingan tidak sehat antar kelompok kaum Muslimin itu sendiri.
            Banyak yang melatarbelakangi munculnya situasi dan kondisi seperti ini. Salah satunya antara lain adalah pemahaman terhadap konsep bid’ah. Perihal klaim bid’ah satu kelompok terhadaplainya biasana, mengkait-kaitkan dengan Hadits Nabi, yang mana Beliau bersabda:
وَشَرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَاةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Sejelek-jeleknya perkara adalah perkara yang baru. Setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat didalam neraka.”
            Hadits ini dikalangan ulama telah menimbulkan perbedaan penafsiran. Bagi mereka yang berpandangan harfiyah (tekstual) langsung saja menyimpulkan bahwa setiap perkara yang baru yang tidak ada perintahnya secara langsung baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits dan juga tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw, adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dlolalah) walaupun dipandang baik oleh kaum muslimin. Sedangkan bagi mereka yang berpandangan luas (kontekstual), yakni mereaka yang tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan dari suatu dalil melainkan setelah mengaitkannya dengan beberapa dalil-dalil yang lain, baik secara tersurat maupun tersirat, mereka ini tidak sekaku kelompok awal tadi.
            Madzhab tekstual sangat ketat dan kaku dalam mengukur sebuah amaliah ibadah. Bagi madzhab tekstual, walaupun sesuatu perbuatan yang dikerjakan itu hal yang baik tatapi tidak ada petunjuk atau tuntuna dari Rasulullah Saw, maka amaliah semacam ini dianggap bid’ahdlolalah. Contoh : Membaca al-Qur’an dengan niat pahala bacaannya dihadiahkan kepada mayit. Kita tahu bahwa membaca al-Qur’an adalah ibadah, Tapi “menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit”, dalam pandangan mereka, adalah tatacara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Maka praktek ibadah seperti ini disebut bid’ah.
            Sebaliknya medzhab kedua (kontekstual), mereka tidak serta-merta menyimpulkan bahwa setiap yang baru, yang tidak ada petunjuk langsung secara tekstual dari Rasulullah Saw adalah bid’ah yang sesat. Akan tetapi bid’ah yang sesat itu adalah perkara-perkara baru yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Dan itulah yang oleh sebagian ulama’ dikatakan sebagai bid’ah sayyi’ah atau bid’ah yang jelek. Adapaun perkara-perkara baru yang tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah bahkan kalau ditelusuri justru bersesuaian dengan ruh syari’at, makatidaklah ia dikatakan sebagai bid’ah yang sesat sebagaimana disebutkan dalam hadits itu melainkan bid’ah hasanah atau bid’ah yang baik.
            Sebelum mengutip beberapa pendapat dari para ulama’, saya akan menjelaskan arti bid’ah terlebih dahulu.
Arti Bid’ah Secara Bahasa
            Dalam berbagai kamus bahasa Arab, kita dapat menemukan arti bid’ah secara bahasa (etimologis) dengan mudah. Dalam kamus Al-Munjid disebutkan:
الْبِدْعَةُ ج بِدَع : مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ
            Bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu.[1]
            Pada dasarnya, semua kamus bahasa Arab mengartikan bid’ah secara bahasa sebagai sebuah perkara baru yang diadakan atau diciptakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu. Penciptaannya disebut Mubtadi’ atau Mubdi’. Langit dan bumi dapat juga disebut sebagai bid’ah, karena keduanmya diciptakan oleh Allah swt tanpa adanya contoh terlebih dahulu. Didalam Al-Qur’an disebutkan :
بَدِيْعُ السَّموَاتِ وَالْأَرْضِ
            “Allah ciptakan langit dan bumi (tanpa contoh)” (Al-Baqarah, 2:117)
Arti Bid’ah Secara Istilah Agama (Terminologis)
            Sebuah hadits tidak cukup sebagai dasar untukl menetapkan arti bid’ah. Kita harus mempelajari semua hadits yang berkaitan dangannya. Tentunya tidak semua orang memiliki waktu dan pengetahuan yang cukup untuk melakukannya. Alhamdulillah para ulama telah berusaha keras untuk merumuskan dan menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan bid’ah. Dalam bab ini, kami akan sampaikan beberapa pendapat para ulama.
Untuk pencerahan pemahaman tentang bid’ah dan pembagian bid’ah dalam beberapa macam, perlu saya kutip beberapa pendapat ulama’ yang memang pakar dalam bidang ini.
1.      Imam Syafi’i. Pandangan beliau tentang masalah ini terdapat dua riwayat yang menerangkannya. Pertama, riwayat dari Abu Nu’aim, dimana Imam Syafi’i berkata:
الْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَدْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَا خَلَفَهَا فَهُوَ مَدْمُوْمٌ
            “Bid’ah itu ada dua macam, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah maka itulah bid’ah yang terpuji sedangkan yang menyalahi sunnah, maka dialah bid’ah yang tercela.”
Kedua , riwayat melalui jalur Imam Al-Baihaqi dalam Manaqib Imam Syafi’i menulis :
الْمُحْدَثَاةُ ضَرْبَانِ مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهذِهِ بِدْعَةُ الضَّلَالَةِ وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لَا يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذلِكَ فَهذِهِ بِدْعَةُ غَيْرُ مَدْمُوْمَةٍ
            “Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama perkara-perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar, atau Ijma’. Inilah bid’ah dlalalah. Kedua adlah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela”.
2.       Syaikh Al-Hadidi dalam kitab Syarah Najhul Balaghah, eliau berkata sebagai berikut:
“Lafadz bid’ah dipakai untuk dua pngertian : 1. Sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti puasa pada Hari Raya Qurban dan pada hari-hari tasyriq. Perbuatan tersebut walaupun puasa akan tetapi dia terlarang dilakukan. 2. Sesuatu yang tidak ada keterangan nash pada padanya melainkan didiamkan oleh syara’, lalu dilakukan oleh kaum muslimin sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Dan apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, bahwa “tiap-tiap bid’ah itu sesat, dan setiap yang sesat ada dalam neraka” itu dimaksudkan untuk bid’ah sesuai dengan pengertiannya yang pertama. Sedangkan perkataan Umar ra, dalam hal shalat tarawih: “Sesungguhnya shalat tarawih dengan berjama’ah itu adalah bid’ah dan sebaik-baik bid’ah adalah ini” dimaksudkan untuk bid’ah berdasarkan pengertian yang kedua”.
3.       Imam Nawawi rahimahullah. Beliau berkata dalam Syarah Muslim jilid IV / 154 sebagai berikut :
Sabda Nabi : Setiap bid’ah itu sesat” adalah hadits ‘Am Makhshush (Umum tetapi Dikhususkan). Yang dimaksud sesat disitu adalah kebanyakan bid’ah. Para ahli bahasa berkata: “Bid’ah adalah segala sesuatu yang dikerjakan dengan tanpa ada contoh yang mendahuluinya. Para ulama’ berkata, bid’ah itu ada lima macam : Wajib, Sunnah, Haram, Makruh, dan Mubah. Termasuk bid’ah yang wajib adalah menyusun dalil-dalil ulama’ Mutakallimin untuk menolak mereka yang melakukan penyimpangan aqidah dan para pelaku bid’ah dan sejenisnya. Termasuk Mandub (dianjurkan) adalah menyusun  kitab-kitab ilmu, membangun madrasah dan tempat-tempat pengajian dan lain-lainnya. Termasuk bid’ah Mubah adalah memperbanyak berbagai macam makanan dan lainnya. Sedangkan bid’ah yang Haram dan Makruh sudah jelas. Masalah ini telah aku jelaskan dengan dalil-dalilnya dalam kitab “Tahdzibul Asma’ Was-Shifat”.
Jadi bukti bahwa hadits Nabi diatas termasuk hadits yang ‘Am makhshush dan begitu juga dengan hadits-hadits yang serupa dengannya, adalah apa yang dilakukan Umar bin Khattab ra, dalam hal shalat tarawih yang dilakukan secara berjama’ah : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni Shalat Tarawih dengan berjama’ah).” Keadaan hadits itu sebagai hadits yang ‘am makhshush tidaklah tercegah oleh sabda Nabi “Kullu bid’atin dlolalah” yang diperkuat oleh kata “Kullu” ini.
Sama halnya firman Allah : “Tudammiru kullu syai’in” (Angin topan itu menghancurkan segala sesuatu). Pada ayat ini walaupun ada lafazh “kullu” (segala/ setiap/ semua) yang menunjuk makna umum tapi tetap dimasuki oleh takhshish (pengkhususan) karena yang dihancurkan oleh angin topan itu memang bukan segala sesuatu. Terbukti langit, bumi dan gunung-gunung tidak ikut hancur.
4.       Al-Hafidz Ibnu Hajar. Beliau berkata dalam Fathul Barri juz: IV / 318 sebagai berikut :
“Pada asalnya, bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Menurut syara’ bid’ah itu dipergunakan untuk yang bertentangan dengan sunnah, maka jadilah dia tercela. Yang tepat bahwa bid’ah itu apabila dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap bak menurut syara’ maka dia menjadi baik dan jika dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap jelek oleh syara’ maka dia menjadi jelek. Jika tidak begitu, maka dia termasuk bagian yang mubah. Dan terkadang bid’ah itu terbagi kepada hukum-hukum yang lima.
            Dari beberapa penjelasan ulama’ diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa tidak semua perkara baru yang kita diadakan tanpa ada petunjuk atau contoh dari Rasulullah Saw, otomatis menjadi bid’ah yang sesat. Hal ini sebagaimana yang akan dibuktikan nanti dengan banyaknya perkara-perkara baru yang diprakasai oleh para sahabat dibenarkan dan disetujui oleh Nabi Saw. Padahal beliau sendiri tidak pernah melakukan apalagi memerintahkannya.
            Bid’ah atau sesuatu yang baru hanyalah bisa dihukumi sebagai bid’ah yang sesat manakala ia termasuk diantara prakarsa-prakarsa yang jelek (Sayyi’ah) yaitu apabila dia bertentangan dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Didalam al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 79 ketika Allah menceritakan kisah Nabi Musa as, dengan Khidhir, Allah berfirman :
أما السّفينة كانت لمساكين يعملون في البحر فأردت أن أعيبها وكان وراءهم مالك يأخذ كل سفينة غصبا
“Adapun perahu itu, maka dia adalah miliknyaorang-orang miskin yang bermata pencaharian di lautan dan aku bertujuan merusaknya karena dibelakang mereka terdapat seorang raja yang suka merampas semua perahu”.
            Ayat diatas adalah penjelasan Khidhir kepada Nabi Musa as tentang sikapnya yang membocorkan beberapa perahu yang ditemuinya. Beliau menjelaskan bahwa langkah itu sengaja ditempuhnya untuk menyelamatkan perahu-perahu itu dari tindakan seorang raja yang suka merampas perahu. Ini menunjukan bahwa tidak semua perahu yang akan dirampas oleh raja itu, melainkan perahu yang masih dalam kondisi baik saja. Hal ini terbukti dengan langkah Khidir yang membocorkan perahu milik orang-orang miskin itu dengan tujuan agar tidak terkesan sebagai perahu sehingga tidaklah dia akan dirampas oleh raja itu. Dengan kata lain, bahwa asafinah disitu tidak bersifat umum dalam arti tidak semua safinah yang akan dirampas oleh raja melainkan Safinah Hasanah saja walaupun didalam ayat itu disebut Kulla Safinah (semua perahu).
            Pemahaman semacam inilah yang tepat berdasarkan zauq lughawi (sensivitas bahasa) dan qoroo’inul ahwal (indikasi yang mendahuluinya) yang dalam hal ini adalah sikap Khidir yang terlebih dahulu membocorkan perahu oran-orang miskin itu agar terkesan sebagai Safinah Sayyi’ah (perahu yang jelek). Kalau tidak ada indikasi seperti itu, maka perahu yang akan dirampas oleh raja itu menjadi umum sifatnya yakni semua perahu, yang baik ataupun yang jelek (tanpa terkecuali). Dan ini tidak terjadi.
            Begitulah juga keadaannya dengan hadits Nabi yang mengatakan : “Setiap bid’ah itu sesat”. Dikarenakan adanya beberapa keterangan dan restu Nabi atas banyak perkara yang merupakan prakarsa para sahabat sedangkan beliau sendiri tidak pernah melakukan apalagi memerintahkan, ditambah lagi dengan hadits Nabi : “Orang yang menggagas suatu kebaikan aklan mendapatkan pahala lantaran gagasannya itu dan juga pahala orang-orang yang mengikuti gagasan tersebut”. Maka para ulama’ menarik kesimpulan bahwa bid’ah yang dicap sesat adalah prakarsa-prakaarsa jelek (bid’ah sayyi’ah) yang bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Hadits.
REFERENSI:
Ø  Abu Maulana Hakim Al-Ghifari, Hujjah Amaliyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Majelis Al-Buhuts Wa Al-Dirosat As-Syafi’iyah Pondok Pesantren Miftahul Huda. Ambarawa Tanggamus, 2007 M.
Ø  Novel bin Muhammad Alalydrus, Mana Dalilnya 1, Seputar Permasalahan Ziarah Kubur, Tawassul, Tahlil. Taman Ilmu. Semarang-Surakarta.



[1] Lihat Al-Munjid Fil Lughah Wal A’lam, cet. XXIII, Darul Masyriq, Beirut, 1986, hal.29.